Senin, 23 Februari 2015

The Last Choice



The Last Choice
Siang itu terik sekali, ditambah dengan pelajaran kimia. Huuh, udaranya serasa berada ditengah gurun pasir. Saat itu kelas ku sedang memeriksa hasil ulangan kimia, kami sekelas sepakat untuk bekerja sama membantu nilai teman yang rendah. Misalnya ada jawaban teman yang kurang lengkap, maka yang memeriksa akan menambahkan jawabannya. Seperti ini lah kerja sama di kelas ku, kerja sama untuk curang. Haha, setidaknya bertujuan untuk kepentingan bersama.


            Kali ini nilai kimia ku lumayan memuaskan, meskipun tidak mencapai standar KKM. Setidaknya kertas ulangan ku enak dipandang dengan nilai 70. Pelajaran kimia hari ini sudah di bagian terakhir. Kami hanya meringkas dan melengkapi catatan masing-masing.
            “Permisi, Bu Eva. Nanti 15 menit terakhir ada sosialisasi ya. Jadi, jangan pulang dulu.” Kata Bu Eka mengejutkan kelas ku. Tentunya kami senang karena sosialisasi. Tidak heran, kelas ku memang suka jika ada yang namanya sosialisasi atau kegiatan yang memotong jam pelajaran, setidaknya menghibur pikiran. Aku melihat keluar, dan tampak beberapa orang dengan berpakaian rapi dan anggun sedang berlalu-lalang sambil memperhatikan keadaan sekolah. Sebagian mereka sudah memasuki kelas lain, dan yang lainnya masih mempersiapkan dokumen presentasinya. Aku segera menyelesaikan ringkasanku. Tanpa  memperhatikan sekelilingku,  aku terus mencatat.
            “Waktunya sudah habis ya, catatannya dilanjutkan di rumah. Dan jangan lupa untuk minggu depan, presentasinya dipersiapkan sematang-matangnya. Jangan lupa makalahnya dibuat juga. Sampai disini, assalamualaikum, wr.wb.” kata Bu Eva mengakhiri pelajarannya.
            “Walaikumsalam, wr.wb.” jawab teman-teman. Tak lama kemudian, tampak seorang pria berpakaian rapi, mengenakan lencana berbentuk sayap layaknya anggota penerbangan. Senyuman ramah dan sapaan mengawali sosialisasi siang ini.
            “assallamualaikum, wr.wb “ Salam pria tersebut mengalihkan perhatian kelas ku.
            “walaikumssallam, wr.wb.” Balas teman-teman sekelas. Semua memperhatikan Si Pria asing itu sambil membalas senyumannya yang ramah.
            “Maaf ya Adek-adek, kakak minta waktunya sebentar. Gak lama kok, hanya 15 menit. Gak apa-apa kan ?” Tanya Si Pria Asing tersebut.
            “Iya kak, gak apa-apa.” Jawab kami sekelas.
            “Udah ada yang kenal,  belum, sama kakak ?” Tanya nya dengan penasaran.
            “Belum kak.” Sahut kami sekelas.
            “Belum ya. Ada yang tau gak, nama kakak ?” Tanya nya lagi sambil memperhatikan kami dengan penasaran (dia berharap dikenal semua orang, memang terlalu PD). Kami mengarahkan pandangan kami ke seragamnya, disitu terpampang jelas nametag dengan tulisan Abdi Kusuma. Sebelumnya, sewaktu dia masuk yang pertama sekali ku perhatikan adalah raut wajahnya kemudian pandangan ku mengarah ke seragam untuk melihat namanya. Jadi, saat dia bertanya, ada yang tau namanya, aku menjawab dengan suara yang pelan “Tau, Abdi Kusuma”. Sementara aku menjawabnya, teman-teman masih baru melihat namanya. Jadi, saat itu aku yang menjawab pertama kali.
            “Tau, Abdi Kusuma.” Jawab teman-temanku dengan serentak. Mungkin, apabila kakak tersebut memiliki pendengaran kelelawar,  maka ia akan mendengar kalau aku yang pertama kali menjawab. Bagiku, itu rating kecepatan yang patut aku banggakan (wek, norak).
            “Haha, iya. Perkenalkan nama kakak Abdi Kusuma. Kakak dari SMART FAST Education, yang berada di Jl. HR. Subrantas Panam No. 41, Pekanbaru. Nah, jadi Smart Fast ini adalah sebuah lembaga perguruan tinggi bagian penerbangan. Begini ya Dek, tadi kakak udah lihat banyak tawaran-tawaran kuliah yang masuk ke sekolah Adek ini dan Adek gak usah bingung ya. Adek-adek harus bisa menentukan pilihan yang tepat. Adek-adek pasti ingin kuliah kan ? kakak yakin orang tuanya gak ada yang bilang kalau sudah lulus nanti, sudahlah !  atau nanti kalau sudah lulus, nikah aja. Gak ada kan ?” kami semua tertawa.
            “Gak kak.” Jawab kami serentak sambil tertawa lucu.
            “Nah, kalau sudah lulus nanti pasti ingin kuliah lagi. Apalagi yang cowok, gak mungkin langsung nikah, nikahnya pakai uang orang tua lagi. Gak mungkin,.. dan gak mungkin juga langsung kerja. Ada yang langsung kerja gak? gak ada kan ? Nah, Adek-adek, kakak datang kesini karena kakak ingin memberikan informasi mengenai kuliah. Jadi, di kampus kakak ini ada beberapa jurusan yang diperlukan di dunia penerbangan. Diantaranya ada jurusan Pramugari/a. Nah, kalau pramugari ini persyaratannya pasti, tinggi badan minimal 158 cm, tidak bercacat, bisa berbahasa inggris pastinya. Bahasa inggris ini maksudnya bukan harus mahir ya, karena nanti akan dilatih lagi dikampus. Paling enggaknya, bisa berbicara dalam kehidupan sehari-hari dan perkenalan diri lah. Nah, kalau yang Pramugara, persyaratannya harus pria.” jelasnya sambil bercanda.
            “Hahahha, ya iyalah kak. Kakak ini ada-ada saja.” Jawab kami semua sambil tertawa lepas.
            “Haha, iya. Kurang lebih persyaratannya sama, tapi kalau untuk Pramugara minimal tingginya 170 cm. Itu diukur tanpa menggunkan sepatu. Jadi murni, ya... Yang Pramugari juga, rambutnya yang diikat tinggi-tinggi itu tidak dihitung. Semua diukur secara murni. Kakak kemarin 169 cm, kurang 1 cm. Jadi, kakak ambil jurusan Tata Niaga Penerbangan dan Travel Bisnis.” Lanjutnya.
            “Yaaah, kasihan kakak ya. Kakak 169 cm Kak ?” tanya Amel, temanku.
            “Iya. Kakak 169 cm. Itu diukur murni Dek. Dan satu lagi, jangan membawa PAKU & MARTIL  !” Tegas nya.
            Kami semua tertawa, untuk apa membawa paku & martil. Memangnya mau bangun rumah ? Tidak logika, lucu ahk. Hahahhahah.....
            “Heheh,.. itu singkatan ya. PAKU & MARTIL. Panu, Kurap & MAR,  kuTIL. Itu singkatan..” sambungnya. Kami semua diam kemudian tertawa lagi.
            “Oooh” sahut kami dengan malu sambil tertawa.
            “Ada juga jurusan Tata Niaga Penerbangan dan Travel Bisnis, atau biasa disebut Staff bandara. Ini mengenai pelayanan di bandara mulai dari keberangkatan sampai kedatangan dan bertugas dibagian penjualan tiket & tour domestik. “ ujarnya. Mendengar penjelasannya menganai tugas di bandara , aku teringat cita-cita ku dulu yang sempat ku urungkan. Dulu, aku sangat ingin menjadi seorang pramugari, kemudian menjadi seorang pilot. Melihat keterbatasanku, aku mundur dan beralih ke staff office atau staff bandara. Aku gak perduli pekerjaanku
            “Ada juga jurusan Keuangan dan Perbankan, pastinya ini mengenai keuangan dan akan ditempatkan di bank. Kita sudah bekerja sama dengan beberapa bank di Pekanbaru seperti, Bank BRI, Bank BSM dan banyak lagi. Kompetensi  ini siap mengisi lapangan pekerjaan sebagai Teller, Kasir, Back Office, Marketing Customer Service, Staff Perpajakan di Bank BPR, Bank Umum, Leasing, Koperasi dan berbagai perusahaan yang membutuhkan administrasi keuangan dan perpajakan. Kemudian ada lagi jurusan Perhotelan dan Pariwisata, peluang kerja untuk jurusan ini Dek sangat besar, karena adanya perkembangan bisnis pasti membutuhkan sarana pendukung Jasa Transportasi dan Perhotelan. Nah, untuk jurusan ini, kami sudah bekerja sama dengan Malaysia dan Jepang mengenai penempatan magang jurusan perhotelan dan pariwiasata. Kak, kalau misalnya magang di Malaysia bagaimana dengan keperluan-keperluan kami nantinya disana ? Jangan khawatir, Dek. Kalian gak akan dijadikan TKW kok disana, karena disana kita juga sudah punya perusahaan Smart Fast yang akan menangani mahasiswa-mahasiswa yang magang disana. Dan kalian akan disediakan tempat tinggal disana, uang makan dan keperluan lainnya. Kemarin, ada mahasiswa yang magang disana dia digaji 600 Ringgit selama magang. Kalau dihitung-hitung, sekarang 1 ringgit itu senilai Rp.3.500,- dikali 600 hasilnya sekitar kurang lebih Rp. 1.800.000,-. Lumayan itu loh, Dek. Magang selama 3 bulan, tapi khusus jurusan Perhotelan dan Pariwisata itu lama magangnya 6 bulan. Karena memang itulah aturannya ya Dek. Magang selama 3 bulan, baru magang 1 bulan itu sudah ada yang langsung bekerja, langsung direkrut sama perusahaan. Jadi, gak usah takut gak ada pekerjaan. “ ujarnya lengkap. Hampir saja aku menguap karena penjelasannya yang sangat mendetail. Tapi, aku tetap tertarik, dia masih tetap menjelaskan dengan menyebutkan semua jurusan yang ada di kampusnya. Aku berusaha untuk memperhatikannya, dan memahami semua yang dia jelaskan. Sesekali aku mengagumi sosoknya karena dia dari kalangan penerbangan. Semakin lama aku memperhatikan, semakin ada aura yang bisa aku lihat dari dalam dirinya. Ya, aku melihat semakin lama dia semakin manis. Haha,.. kenapa dengan diriku ini. A,..sudah !

            “ Gak susah-susah kok Dek, kuliahnya hanya 1 tahun. Itu pertamanya kalian di beri pembekalan selama 3 bulan. Kalian akan diajarkan English Conversation, Komputerisasi mengenai mengetik 10 jari. Semua mahasiswa harus & wajib Dek, bisa mengetik 10 jari tanpa melihat keyboard. Dan semua mahasiawa yang ada di Smart Fast ini Dek, benar-benar sudah bisa mengetik 10 jari tanpa melihat keyboard. Terus, ada juga Beauty Class, jadi di Beauty Class ini yang cowoknya gak diajarkan jadi cantik, ya.” Ujarnya. Kami semua tertawa sambil melihat para cowok yang tertawa geli.
            “ Bukan, tapi diajarkan bagaimana berpakaian yang rapi, menata rambut, dan ini mengenai cara berpenampilan di dunia kerja. Maaf ya, kakak masih sedikit berantakan karena disini baru belajar juga. Dulu, kakak gak tau dan pastinya kurang memperhatikan kerapian dan penampilan. Tapi sekarang, yah... sudah lumayanlah. “ sambungnya malu-malu. Mata ku langsung memperhatikan penampilannya mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Aku melihat rambutnya, lumayanlah, di oles minyak rambut. Baju nya diseterika, sepatunya bersih, bajunya di blouse, dan tali pinggangnya menurutku agak jadul. Dan satu lagi, aku melihat dasinya sedikit kusut, berarti tidak diseterika. Hanya itu saja yang tidak rapi, yaitu dasi. Kemudian ia melanjutkan celotehnya. Mulai dari tentang kuliah, kemudian mengenai asrama, biaya kuliah, keunggulan kampusnya, penempatan magang dan kerja, akreditasi kampus, program-program pembelajaran, sistem pelajaran, kegiatan-kegiatan dikampus, kegiatan selama pembekalan hingga sampai ke masalah usianya.
            “Disini ada yang lahir tahun 96 ?” tanyanya. Kemudian beberapa orang tunjuk tangan.
            “saya kak, disini paling tua tahun 95.” Ujar salah seorang temanku sambil menunjuk ke arah Udin.
            “Kakak lahir tahun 96.” Ungkapnya. Kami semua tercengang, ini gak mungkin. Kami gak percaya kalau dia lahir tahun 96. Dewasa sekali dan itu gak mungkin. Kami saling memandang satu sama lain, seakan-akan tidak percaya dengan pengakuannya. Dibalik ketidakpercayaan ini, kami merasa lucu dan kami tertawa. Karena aneh, ada yang seusia dengan dia dan bahkan ada yang lebih tua darinya, tapi dia memanggil kami adek-adek. Hahahah, lucu. Dia pun ikut tertawa mendengar ada yang lebih tua darinya. Aku pun gak percaya, kami selisih 1 tahun. Tapi, kalau dilihat-lihat dari parasnya dia gak cocok kelahiran tahun 96. Seperti kelahiran tahun 94 atau 95. Memang aneh...
            “Hah, ??! Masa iya kak ? gak mungkin ? saya seusia dengan kakak ? ada yang lebih tua dari kakak disini ?! hahahah...”  sambung Amel kaget sambil tertawa. Lucu rasanya..
            “Hahaha, iya ?! Kakak lahir tahun 96, kenapa ? kelihatan tua ya ? Kakak baru lulus tahun kemarin, tahun 2014.” Ujarnya sambil tersenyum. Kami masih gak percaya, inilah awalnya kami menanyakan informasi pribadinya. Aku mulai bertanya kepada yang Mala.
            “Mala, tanyakan. Kakak ini lulusan dari sekolah mana ?” tanyaku penasaran kepada Mala.
            “Gak tau, Mel. Tanyakan lah” Sahutnya. Kemudian aku menyuruh Amel untuk menanyakan hal ini. Amel pun bertindak.
            “Kak, Kakak lulusan dari sekolah mana ?” tanyanya spontan. Aku menunggu jawabannya penasaran. Yang lain sebagian bertanya asal daerahnya dan sukunya.
            “Kakak asalnya dari mana ?” tanya Azis, temanku si gendut yang lucu berdarah chineese.
            “Kakak bingung mau bilang dari mana. Dari sumatera utara iya juga, atau dari Riau iya juga. Begini, rumah kakak di Sumatera utara tapi tetangga kakak dibelakangnya sudah Riau. Jadi kakak berada di perbatasan. Kakak dulu SMA, dan asal kakak dari Bagan Batu.” Kata nya
            “Oooh, Bagan Batu. Jadi kakak dari Bagan Batu,.. saya tau Bagan Batu.” Kata Mala tiba-tiba.
            “Tau Bagan Batu ?” tanyanya kepada Mala.
            “Tau, saya di Balam.” Jawab Mala dengan cepat. Aku merasa gimana gituh, maunya kakak ini berbicara sama ku. Ahk...
            “Ooh, Balam. Dekat tuh,..” sambungnya. Aku sedikit berharap ada pembicaraan dengan dia, tapi ternyata gak ada topik yang perlu dibicarakan. Teman yang lain asik membicarakan tempat tinggal kakak tersebut.
            “Bisa lah, tuh... ke rumah nya.” Ujar seorang temanku, Winaidi. Seorang yang hidup dengan kejahilannya dan dia termasuk orang yang banyak omong. Kak Abdi ini juga mengakui dirinya adalah orang Jawa. Pantas saja, masih kelihatan logat jawanya. Sambil bercanda, dia kembali melanjutkan pembahasannya mengenai kuliahan yang sangat panjang itu. Aku hanya fokus memperhatikan sambil melihat-lihat senyumannya (ihaaaaak :D). Penjelasannya yang panjang lebar semakin meyakinkanku untuk masuk ke kampusnya. Semua dia utarakan dengan lancar, diluar kepala, jelas, lengkap, dan meyakinkan.
            Bunyi Bel.
            Dia masih melanjutkan celotehnya tanpa menghiraukan bel sekolah. Sesekali aku memperhatikan dia dengan serius, dan tampaknya pandangan dia sedikit berbeda terhadap Maura, bendahara kelas ku. Setiap dia melihat ke Maura, pasti dia ingin tersenyum. Hah, hatiku sedikit kesal dengan hal ini. Tapi, yah.... aku yang aneh ! Hahahah
            Setelah penjelasannya yang sangat lengkap dan detail, akhirnya dia mengakhiri presentasinya dikelas ku. Kemudian ia memberitahu kami nomor hp nya, dan membagikan brosur kapada kami.
            “Oke, udah pada pulang ya? Ujarnya.
            “Udah dari tadi kali, Kak...!” jawab kami serentak dan kami menertawakannya.
            “Ya sudah, sampai disini. Terima kasih buat waktunya, kakak berharap kalian bisa menentukan pilihan yang tepat dan semoga kalian lulus UN 100%.” Sambung nya sambil membereskan berkas-berkasnya.
            “Amiiiin” ucap kami serentak. Setelah beberapa langkah, ia berhenti dan kembali berkicau untuk terakhir kalinya.
            “Gak ada yang mau pulang, nih ?” kata nya. Kami hanya senyum membalas kicauannya yang terlihat sengaja. Kemudian dia pergi meninggalkan kelas dan beralih ke kelas lain untuk menjumpai rekan-rekannya. Kami bubar dan sebagian kembali ke labor komputer untuk belajar sore mengenai ujian kompetensi. Aku pulang untuk mengisi perutku yang sudah gemetaran bersama kembaran ilegalku, Feronika.
            Saat di kos, kami membahas Smart Fast, dan kami berniat untuk masuk ke Smart Fast. Tanpa ragu, dengan tekad, kami benar-benar akan mendaftar. Kami menunggu SMS mesra dari Kak Abdi untuk mengkonfirmasi perjumpaan kami.
            “Fero, aku pengen sekali masuk kesini. “ ujar ku.
            “Iya, aku juga Mel, aku mau ambil jurusan Perhotelan dan Pariwisata. Asik na,...” ungkap nya dengan bahagia. Kami berdua memang benar-benar ingin masuk ke sini. Karena kami melihat, sepertinya ini bagus, biaya kuliahnya juga tidak terlalu mahal, fasilitas untuk mahasiswa perantau juga disediakan. Sambil memperbincangkan ini, kami memasak Mie Sedaap untuk mengisi perut. Inilah kebiasaan kami berdua selaku kembar ilegal, kalau sedang memasak Mie pasti kami beda cara memasak. Dan karena itulah, kami bertengkar saat memasak. Sambil seru-seruan, tertawa bersama, akhirnya Mie nya matang. Entah gimana rasanya, yang penting perut di isi.
            “Sruuup, mmh... Kalau makan Mie rasanya berada dimana gituh...” ucap ku memulai pembicaraan. Kami menikmati hidangan sederhana yang nikmat tenan. Saat Mie ku masih dalam perjalan ke perut, Fero menerima sebuah SMS.
            “Ha, udah di SMS kalian tuh.” Ucapnya tiba-tiba. Aku memperhatikan hp ku.
            “Gak ada pun.” Sahut ku dengan kesal.
            “Bentar lagi tuh, aku saja sudah di SMS.” Lanjutnya. Bagaikan menanti hadiah dari seseorang, aku terus memperhatikan hp ku. SMS yang ku tunggu-tunggu dari Kak Abdi belum juga masuk. Mie yang masih panas tetap saja ku sruput tanpa menghiraukan lidah ku yang rasanya sudah terbakar, aku begitu kesal karena SMS Kak Abdi lama masuknya. Aku teringat dengan pesan Kak Abdi disekolah tadi, bahwa kami yang sudah menyerahkan biodata harus menanyakan persetujuan dari orang tua dulu kemudian bisa mendaftar.
            “Fero, udah kamu tanya sama mama mu?” tanya ku penasaran.
            “Belum, ini dari tadi ku telfon-telfon gak diangkat. Entah dimana pun?” sahutnya kesal.
            “Dirumah gak ? mana tau gak dirumah.” Ujar ku. Kemudian aku meraih hp ku dan menelfon papa. Sementara itu, Fero masih menelfon mamanya sampai beberapa kali. Tiba-tiba ada SMS masuk. Aku melihat dan itu dari Kak Abdi, yang isinya “Slamat siang adk,ne kak abdi yg dr smart fast td.bgmana dk apkah sudh konfirmasi k org tua,klo sudah sgera hbungi kk, krna sudah byk yg sudah mendaftar dr skolah adk, dan klo tdk jd formulir a akan kak alihkn k org lain” Aku membacanya dengan penasaran diikuti rasa senang, aku memperhatikan kata demi kata. Aku langsung menelfon papa, tapi ternyata telfonku gak diangkat juga sama papa. Aku mencoba menelfon lagi.
            “Halo ? Ma ?” kata ku.
            “Halo, ada apa ?” jawab mama dibalik telfon.
            “Ma, mana Papa ? telfon balik nanti ya, Ma... ada yang harus aku bicarakan sama papa.” Kata ku singkat. Untuk menghemat pulsa, aku harus cepat-cepat berbicara.
            “Ha, iya.” Sahut mama, kemudian aku memutuskan sambungan telfon. Beberapa menit kemudian papa menelfon. Hp ku berdering, terdengar lagu dari Avril Lavigne-What The Hell.
            “Halo, Pa ? Halo...? Pa,.?” Kata ku, tapi suara papa belum terdengar juga.
            “Halo, kak. Ada apa ?” jawab papa.
            “Halo, Pa ? Begini, Pa. Tadi ada sosialisasi mengenai kuliah bagian penerbangan. Tempatnya di Pekanbaru, jadi aku tertarik untuk daftar mengambil  jurusan Perhotelan dan Pariwisata. Gimana ? boleh ?” kata ku. Dengan perasaan ragu, aku menunggu jawaban dari papa.
            “Kak, kenapa jurusan Perhotelan ? gak ada rupanya jurusan yang lain ? Kak, Kakak itu harus ingat lah kalau kakak itu sudah dipersembahkan sebagai anak sulung sama Tuhan. Jadi, kakak jangan sembarangan mengambil keputusan. Kakak harus tau pekerjaan mana yang patut dilakukan. Perhotelan ? apa itu ? kata mama, apa hebatnya kerja di hotel ? kakak tau hotel itu apa ? kita gak tau loh, kak, apa-apa saja yang dilakukan orang-orang di hotel. Banyak orang menggunakan hotel itu untuk tempat perjudian, perselingkuhan, pesta-pesta selingkuh. Kalau kakak bekerja di hotel, itu sama saja kalau kakak membantu pekerjaan orang-orang yang mau melakukan dosa.” Kata papa dengan penuh penjelasan. Aku berpikir, kenapa karyawan hotel ikut terkait dalam hal seperti ini ? hotel itu dibuat agar orang dari daerah lain bisa menginap sementara, apabila ada pekerjaan di luar. Kenapa mereka dikatakan ikut membantu pekerjaan orang-orang yang mau melakukan dosa disana. Bukannya itu urusan mereka, kalau mereka melakukan hal yang tidak senonoh, itu dosa mereka sendiri. Mengapa orang yang hanya ingin mendapatkan uang, ikut dalam urusan seperti ini. Terkadang aku tidak mengerti. Aku hanya tetap mendengar omelan dari papa. Kemudian mama mengambil alih.
            “Mel, jurusannya apa saja rupanya ? kenapa harus perhotelan ?” kata mama marah-marah.
            “Jurusannya ada 6 Ma, ada pramugari, Tata Niaga Penerbangan, Keuangan dan Perbankan, Perhotelan dan Pariwisata, Administrasi Bisnis dan perkantoran, sama Komputer Akuntansi dan Perpajakan.”ujar ku. Kemudian papa bertanya lagi.
            “Jangan perhotelanlah Kak, yang sesuai ke jurusan kakak aja. Apa yang sesuai ?” tanya papa .
            “Gak ada yang sesuai, paling Komputer Akuntansi dan Perpajakan. Tapi, aku gak suka akuntansi Pa, apalagi perpajakan. Gak ngerti aku itu.” Ujar ku mencoba menjelaskan.
            “Perpajakan itu aja. Enak itu kerjanya, banyak nanti gajinya. Banyak lagi lowongan pekerjaan, pasti dibutuhkana dimana-mana itu Mel.” Sahut mama. Apapun yang menjadi keputusan mama selalu tidak pernah sesuai dengan hati dan kemauanku. Selalu bertentangan.
            “Tapi, aku gak suka akuntansi, Ma. Apalagi Perpajakan, ahkkk....! gak ngerti aku. Aku paling gak suka bagian akuntansi.” Jawabku dengan kesal.
            “Eeeh, enak itu kerjanya. Diterima dimana-mana, peluang kerjanya besar. Perhotelan ? apa itu ?” tanya mama kesal. Huh, kalau sudah debat seperti ini aku paling malas. Kali ini aku akan mengutarakan kemauanku sendiri. Aku gak mau lagi mengikuti kemauan mama, cukup sekolah di SMK yang membuat aku menyesal dan tertekan batin. Ini juga karena kemauan dari mama.
            “Gak ! aku gak akan pernah mau milih akuntansi dan perpajakan. Kalau gitu, mama ajalah yang kuliah. Gak bakalan mau aku kuliah jurusan akuntansi !. Perpajakan ? apa itu ? gak jurusanku ke situ. Mama ajalah yang kuliah. Gak mau aku !. Aku sukanya di Perhotelan dan pariwisata !” ungkap ku dengan jelas dan lantang. Emosi ku yang sudah naik setinggi 300 meter membuatku malas berbicara dengan mama. Mama selalu memaksaku untuk melakukan kemauannya. Aku gak suka. Kemudian papa mencoba menenangkanku dan mengingatkanku kembali.
            “Kak, ya sudahlah. Suka kakak lah, kalau itu yang kakak suka terserah lah. Tapi, papa mohon jangan perhotelan. Jurusan yang lain ajalah Kak.” Ujar papa seraya menenangkanku. Emosi ku turun, kali ini sudah di ketinggian 180 meter.
            “Iya, tapi aku gak mau akuntansi dan perpajakan, Pa. Tapi, Pa ? Pasti ada uang pendaftaran, gimana ? aku kendalanya selalu disini. Setiap ada universitas yang pengen aku coba, kendalanya pasti di uang pendaftaran.” Kata ku sambil merenguk. Kemudian papa menyuruhku untuk menjumpai beberapa orang atau keluarga jauh yang alamatnya di Duri. Tapi, tak satupun yang aku kenal. Dan aku merasa sedih dengan itu. Pembicaraan kami berlangsung dan akhirnya aku punya satu sasaran yang akan di coba. Kak Rose ! Yuhuuu.....! Step ke-2, mendaftar !
            “Fero, sudah jam 3. Ayo, nanti kita pinjam aja motor orang. Entah motor siapa kek.” Kata ku sambil meyakinkan Fero bahwa rencana kali ini pasti berhasil.
            “Uangnya dari mana ? uangku 20 lagi di rumah. Mamaku pun ntah kemana, dari tadi ditelfon-telfon susah kali ngangkatnya. Palak kali aku !” ucap nya ketus, mimik wajahnya yang lucu membuat ku tertawa. Sambil menuju ke sekolah, kami membicarakan hal ini di sepanjang jalan.
            “Hmm, tenang ajalah. Aku ada sasaran. Tetanggamu ada gak yang bisa di pinjam ?” kataku .
            “Gak ada Mel, susah itu !” sahutnya lantang.
            “Mmm,.. gimana kalau uang Mr. Surat ?” kataku mencoba memberi ide.
            “Hah ?!! Gak mungkin !” ujarnya. Sesampainya di sekolah kami menjumpai teman yang lainnya di musholla. Kami masuk, dan kemudian aku meminjam motor Ahmad, teman sekelasku. Dengan modal tekad dan keberanian, kami pergi untuk mendaftar. Sudah beberapa kali Kak Abdi menelfon ku selama di sekolah, dan aku selalu menjawab bahwa kami jadi mendaftar dan sedang dalam perjalanan. Dia juga tidak lupa mengatakan” hati-hati, ya ? “ diakhir telfonnya (sok care). Aku menarik gas motor dan kami berangkat dengan tergesa-gesa. Aku tidak mau mengecewakan Kak Abdi karena awalnya aku mengatakan bahwa aku benar-benar akan mendaftar. Dengan pikiran yang entah diamana, kami hanya tertawa di sepanjang jalan. Hingga tiba di tempat sasaran, dan rencana untuk berutang pun dimulai. Sebelumnya hp ku berdering. Kemudian aku menjawab, dan ternyata perjanjian ku dan Kak Abdi berlangsung di Pokok Jengkol, seperti biasa dia tidak lupa mengatakan “hati-hati” di akhir telfonnya. Hahah, rekan-rekannya tertawa mengenai sebutan Pokok Jengkol. Aku turun dari motor dan langsung menjumpai Kak Rose.
            “Kak, aku boleh minta tolong ?” kata ku dengan lembut.
            “Minta tolong apa ?” jawabnya dengan bingung.
            “Begini kak, aku mau minjam uang kakak. Aku mau mendaftar kuliah. Jadi uang pendaftarannya itu gak ada. Aku mau minjam uang kakak dulu Rp. 200.000,-. Minggu depan ku kembalikan.” Ucapku mencoba merayu dan meyakinkannya.
            “Minjam uang ? 200 ? kuliah apa ?” Tanya Kak Rose, penasaran.
            “Iya kak, tadi ada tawaran kuliah bagian penerbangan. Aku mau mendaftar. Minggu depan ku kembalikan pun,.. pliiese ???” pinta ku dengan tampang murahan.
            “Udah dikasih tau tadi sama papa ?” tanyanya lagi.
            “udah, Kak. Tadi aku udah nelvon sama papa. Beneran,..” ujar ku dengan yakin (dikasih tau sih, dikasih tau. Tapi gak dikasih tau kalau minjamnya itu sama Kak Rose).
            “Beneran udah dikasih tau kan? Nanti papa gak tau pula, susah.” Katanya ragu
            “Iya kak, sudah ku kasih tau  tadi. Beneran ..” kata ku meyakinkan.
            “Beneran untuk kuliah kan ? Bukan untuk main-main ?” tanya nya lagi.
            “Serius Kak, untuk daftar kuliah. Bukan mau main-main kok.” Kata ku dengan jujur.
            “Minggu depan, ya ? berapa tadi, 200 ya ?” katanya sambil merogoh laci konternya, kemudian mengeluarkan uang lembaran biru 4 lembar. Dia memberikannya agak lama, seperti tidak yakin denganku.
            “Iya, kak.“ kataku menurut. Kemudian dia memberikan uang tersebut.
            “Makasih ya, kak ?” kata ku  dengan bahagianya. Dan mencoba menyembunyikan rasa bahagia ku dengan meraih sepeda motor kemudian kami terbang. Karena tergesa-gesa, aku mengendarai motor dengan menyelip-nyelip. Takut Kak Abdi menunggu terlalu lama. Dan rasanya aku akan malu apabila ketemu dengan rekannya yang lain. Ahkk... ini membuat ku deg-degan.
            “Fero, katanya jumpa di pokok jengkol, dekat pos polisi.” Kata ku memberitahu fero.
            “Iya ? pokok jengkol ?” tanyanya heran.
            “Iya, mereka mau berangkat katanya. “ jawab ku menegaskan.
            “Oooh. “ balasnya singkat. Aku tau dia deg-degan juga saat itu. Sampai di lampu merah pokok jengkol, mataku liar mencari-cari mobil Avanza berwarna cream.
            “Ha, mereka itu  Fero, ? yang mobil putih.” Tanya ku dengan sigap.
            “Hah, iya, Mel. Orangnya itu. Mati lah.” Jawabnya tak karuan. Melihat mereka masuk ke area pokok jengkol, tanpa melihat lampu merah aku langsung menerobos dan masuk. Kami berhenti, dan berbincang-bincang apakah itu mobil mereka ?. tidak ada tanda-tanda, kami memperhatikan pintu mobilnya tidak terbuka. Kami menunggu, tapi tetap saja. Tidak ada orang yang keluar dari mobil itu. Kami mencoba mendekat. Setelah beberapa langkah, kami mundur lagi. Kami terus memperhatikan mobil tersebut, berharap Kak Abdi segera keluar dan menemui kami. Kami beranikan untuk mendekati mobilnya lagi, dan setelah itu kami mundur lagi. Aku yakin kalau itu mereka, tapi kenapa tidak seorang pun yang keluar. Aku merasa seseorang melihat kami dari dalam mobil, dan itu adalah Kak Abdi. Dia mencoba mengenali kami, kemudian kami mendekat, mendekat, dan mendekat lagi. Dan tampak jelas bahwa itu memang benar Kak Abdi. Kemudian pintu terbuka, tampak seorang wanita menyapa kami.
            “Ada apa Dek ?” tanya nya untuk memastikan tujuan kami.
            “Kak, mau daftar.” Ujar ku dengan polos.
            “Oooh, mau daftar. Biar kakak isi ya..” sahutnya dengan ramah. Aku memperhatikan kakak itu saja. Aku tau Kak Abdi duduk dibelakang. Tapi aku tidak menoleh. Aku fokus pada kakak yang cantik ini. Saat kakak itu mengambil formulir pendaftaran, Kak Abdi bertanya kepada ku.
            “Adek dari sekolah mana ?” tanya nya penasaran.
            “SMK KORPRI.” Jawabku dengan cuek.  Kemudian dia bertanya lagi.
            “Oh, adek yang kakak telfon tadi ya ?” tanya nya lagi dengan ekspresi kagum.
            “Iya, Kak.” Sahut ku dengan senyuman ala kadarnya dan bersikap cuek. Aku kembali fokus pada kakak yang gak tau siapa namanya.
            “Bentar, Ya.” Ujar nya meminta.
            “Satu orang sama kakak itu ya Dek,..” katanya lagi. Aku bergegas menuju ke kakak cowok yang satu lagi. Aku sepertinya mengenali dia. Iya ?!! Aku pernah melihatnya. Aku melihatnya di Brosur yang dibagikan Kak Abdi tadi.
            “Namanya siapa Dek ?” tanya nya sambil melihat nametag di seragam putih abu-abu ku.
            “Rimeldi, kak.” Jawabku.
            “Rimeldi, Eunike ?, Hutahaen.” Katanya sambil menuliskan kata demi kata.
            “kak, HUTAHAEAN ya, bukan HUTAHAEN.” Ujar ku memperjelas.
            “Apa ? HUTAHAEN kan ?” ujarnya. Kemudian aku membenarkan tulisan marga ku yang salah di seragam sekolah.
            “Hutahaean, Oh, adek boru hutahaean ?” tanya Kakak dengan rambut bob yang duduk di kursi depan dekat Pak Supir.
            “Iya, kak.” Jawabku singkat. Kemudian aku menyebutkan informasi pribadiku sesuai yang tertera di Ijazah. Entah kenapa, saat kakak itu menanyakan jurusan apa yanga ku pilih, aku memilih jurusan Tata Niaga Penerbangan dan Travel Bisnis, padahal awalnya aku ingin memilih jurusan Perhotelan dan Pariwisata. Mungkin udah rencana Tuhan agar aku bisa mencapai cita-citaku bekera di bandara.
Setelah selesai, mereka memberikan form lembaran putih, kemudian sejenis brosur tapi lebih jelas informasinya dan selembar komplimen mahasiswa undangan. Dan Voucher beasiswa 1 juta akan menyusul dengan surat undangan resminya.


Aku salam mereka dan tidak lupa juga Kak Abdi mengulurkan tangannya kepadaku lalu kami berjabat tangan. Urusan selesai, aku bahagia bisa bersalaman dengan Kak Abdi dan kami berangkat kembali ke sekolah. Aku  rasa inilah keputusan yang menjadi pilihan terakhirku. Menjadi Staff Bandara sesuai keinginanku, aku gak perduli ini hanya D3 yang pasti aku bangga, Tuhan menunjukkan pilihan yang terbaik kepada ku. Aku gak mau goyah dengan pilihan yang lain, aku sudah bisa melihat bahwa cita-citaku akan tercapai. Staff Bandara, inilah pilihan terakhirku. Saya RIMELDI EUNIKE HUTAHAEAN, selamat berjuang buat kamu yang masih ragu dan pastikan bahwa kamu juga akan menentukan pilihan terakhirmu.
Disini kami, RIMELDI dan FERONIKA untuk THE LAST CHOICE. The End